TEMPO Interaktif, Jakarta : Gempa yang terjadi Lautan India dengan kekuatan 6,8 skala Richter, Minggu (26/12) pagi, termasuk gempa yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara, memicu terjadinya gelombang tsunami di beberapa negara Asia.
Gelombang tsunami ini diperkirakan paling banyak menelan korban jiwa. Setidaknya korban meninggal di Aceh dan Sumatera Utara, serta beberapa negara Asia lainnya seperti Sri Lanka, India, dan Thailand telah mencapai ribuan orang.
Korban akibat gempa dan gelombang tsunami di Indonesia sendiri, hingga berita ini diturunkan, masih belum bisa dipastikan. Namun hingga pukul 17.30 WIB, Badan Koordinasi Nasional mencatat, ada sekitar 148 meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban luka dan hilang belum diketahui.
Bencana gempa dan tsunami di Indonesia tidak hanya terjadi kali ini. Sebelumnya, peristiwa serupa telah terjadi berkali-kali dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Gelombang tsunami yang menyebabkan korban jiwa paling banyak dilaporkan saat terjadi peristiwa letusan gunung berapi Krakatau pada 1883. Saat itu diperkirakan 36 ribu jiwa meninggal akibat letusan gunung yang mengakibatkan ombak setinggi bangunan 12 tingkat. Ombak akibat letusan gunung yang terletak di Selat Sunda itu mencapai sekitar 120 kilometer dari pusat letusan.
Pasca meletusnya Krakatau, setidaknya sejak selama periode 1900-1996, setidaknya telah terjadi 17 bencana tsunami besar di Indonesia. Lima belas di antaranya terjadi di Kawasan
Timur Indonesia, yang memang dikenal sebagai daerah seismotektonik aktif dan kompleks. Tsunami tersebut diakibatkan oleh aktivitas kegempaan yang terdapat pada zona-zona seismmotektonik aktif seperti zona subduksi, zona bukaan, dan zona sesar yang tersebar di hampir seluruh kepulauan di Indonesia.
Gelombang besar tsunami yang juga menelan korban yang tidak sedikit terjadi pada 19 Agustus 1977 di daerah Sumba. Dalam peristiwa ini sekitar 189 nyawa melayang. Lalu, peristiwa serupa terjadi pada 12 Disember 1992 di Flores. Gelombang besar ini mengakibatkan 2.100 nyawa melayang. Peristiwa tumpahnya air laut yan melanda kawasan Banyuwangi Jawa Timur pada 3 Juni 1994 menelan korban tewas hingga 208 orang.
Lima bencana tsunami (Banda 1938, Sigli 1967, Bandanaira 1975, Sumba 1977, dan Banyuwangi 1994) itu diakibatkan aktivitas zona subduksi Sunda-Banda yang terletak memanjang dari Kepulauan Andaman sampai ke Laut Banda.
Aktivitas zona sesar naik yang terletak memanjang dari utara Bali sampai ke Alor menghasilkan tiga tsunami di Ende 1908, Larantuka 1982, dan Flores 1992. Tsunami-tsunami yang terjadi di Tinambung 1967, Sulteng 1968, Majene 1969, dan Mamuju 1984 diakibatkan aktivitas zona
bukaan yang terletak di Selat Makassar.
Aktivitas zona sesar Palu-Koro dan sesar Sorong yang melalui Palu, utara Pulau Buru sampai ke selatan Biak telah mengakibatkan empat bencana tsunami yang terjadi di Teluk Tomini 1938, Sana Maluku 1965, Sanana Maluku, 1975 dan Toli-Toli 1996.
Sementara itu tsunami yang terjadi baru-baru ini di Biak, diperkirakan akibat aktivitas sesar
Sorong atau subduksi lempeng Carolina.
Bencana tsunami yang terjadi di Indonesia diakibatkan gempa-gempa dangkal dan kuat yang terjadi di dasar laut. Gempa-gempa tersebut mempunyai kedalaman bervariasi antara 13 sampai 95 km, magnitudo 5,9 sampai 7,5 SR, intensitas gempa antara VII sampai IX dalam skala MMI (Mo-dified Mercalli Intensity), dan jenis pensesaran gempa yang dominan adalah sesar naik.
Tinggi gelombang tsunami maksimum yang mencapai pantai berkisar antara empat sampai 24 meter, dengan magnitudo tsunami berkisar antara 1,5 sampai 4,5 dalam skala Imamura. Sementara itu, jangkauan gelombang tsunami ke daratan berkisar antara 50 sampai 200 meter dari garis pantai.
Gelombang tsunami ini diperkirakan paling banyak menelan korban jiwa. Setidaknya korban meninggal di Aceh dan Sumatera Utara, serta beberapa negara Asia lainnya seperti Sri Lanka, India, dan Thailand telah mencapai ribuan orang.
Korban akibat gempa dan gelombang tsunami di Indonesia sendiri, hingga berita ini diturunkan, masih belum bisa dipastikan. Namun hingga pukul 17.30 WIB, Badan Koordinasi Nasional mencatat, ada sekitar 148 meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban luka dan hilang belum diketahui.
Bencana gempa dan tsunami di Indonesia tidak hanya terjadi kali ini. Sebelumnya, peristiwa serupa telah terjadi berkali-kali dan menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Gelombang tsunami yang menyebabkan korban jiwa paling banyak dilaporkan saat terjadi peristiwa letusan gunung berapi Krakatau pada 1883. Saat itu diperkirakan 36 ribu jiwa meninggal akibat letusan gunung yang mengakibatkan ombak setinggi bangunan 12 tingkat. Ombak akibat letusan gunung yang terletak di Selat Sunda itu mencapai sekitar 120 kilometer dari pusat letusan.
Pasca meletusnya Krakatau, setidaknya sejak selama periode 1900-1996, setidaknya telah terjadi 17 bencana tsunami besar di Indonesia. Lima belas di antaranya terjadi di Kawasan
Timur Indonesia, yang memang dikenal sebagai daerah seismotektonik aktif dan kompleks. Tsunami tersebut diakibatkan oleh aktivitas kegempaan yang terdapat pada zona-zona seismmotektonik aktif seperti zona subduksi, zona bukaan, dan zona sesar yang tersebar di hampir seluruh kepulauan di Indonesia.
Gelombang besar tsunami yang juga menelan korban yang tidak sedikit terjadi pada 19 Agustus 1977 di daerah Sumba. Dalam peristiwa ini sekitar 189 nyawa melayang. Lalu, peristiwa serupa terjadi pada 12 Disember 1992 di Flores. Gelombang besar ini mengakibatkan 2.100 nyawa melayang. Peristiwa tumpahnya air laut yan melanda kawasan Banyuwangi Jawa Timur pada 3 Juni 1994 menelan korban tewas hingga 208 orang.
Lima bencana tsunami (Banda 1938, Sigli 1967, Bandanaira 1975, Sumba 1977, dan Banyuwangi 1994) itu diakibatkan aktivitas zona subduksi Sunda-Banda yang terletak memanjang dari Kepulauan Andaman sampai ke Laut Banda.
Aktivitas zona sesar naik yang terletak memanjang dari utara Bali sampai ke Alor menghasilkan tiga tsunami di Ende 1908, Larantuka 1982, dan Flores 1992. Tsunami-tsunami yang terjadi di Tinambung 1967, Sulteng 1968, Majene 1969, dan Mamuju 1984 diakibatkan aktivitas zona
bukaan yang terletak di Selat Makassar.
Aktivitas zona sesar Palu-Koro dan sesar Sorong yang melalui Palu, utara Pulau Buru sampai ke selatan Biak telah mengakibatkan empat bencana tsunami yang terjadi di Teluk Tomini 1938, Sana Maluku 1965, Sanana Maluku, 1975 dan Toli-Toli 1996.
Sementara itu tsunami yang terjadi baru-baru ini di Biak, diperkirakan akibat aktivitas sesar
Sorong atau subduksi lempeng Carolina.
Bencana tsunami yang terjadi di Indonesia diakibatkan gempa-gempa dangkal dan kuat yang terjadi di dasar laut. Gempa-gempa tersebut mempunyai kedalaman bervariasi antara 13 sampai 95 km, magnitudo 5,9 sampai 7,5 SR, intensitas gempa antara VII sampai IX dalam skala MMI (Mo-dified Mercalli Intensity), dan jenis pensesaran gempa yang dominan adalah sesar naik.
Tinggi gelombang tsunami maksimum yang mencapai pantai berkisar antara empat sampai 24 meter, dengan magnitudo tsunami berkisar antara 1,5 sampai 4,5 dalam skala Imamura. Sementara itu, jangkauan gelombang tsunami ke daratan berkisar antara 50 sampai 200 meter dari garis pantai.
Daftar Pustaka:
Sejarah Tsunami di Indonesia, http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/12/26/brk,20041226-20,id.html, Tempo.